RAKYATNEWS.CO.ID, LAMTENG – Surat peringatan pemerintah daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT. Great Giant Pineapple (GGP) terkesan “banci”. Pasalnya, surat tersebut tidak menyebutkan secara detail pelanggaran kekurangan pembayaran pajak pada PT GGP.
Senior Manager Legal and Corporate Relation PT GGP, Hendri Tanujaya mengaku kesulitan memahami tudingan Pemkab Lampung Tengah soal kekurangan bayar pajak air tanah di perusahaan tersebut.
“Saya juga nggak paham. Justru kami sendiri mencari kejelasan angka ini dari mana. Karena kami membayar sesuai dengan yang sudah diverifikasi dari BPPRD (Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah Lampung Tengah). Bukti-buktinya ada. Versi kami, GGP tidak pernah menunggak,” tegas Hendri.
Diakuinya, PT GGP sepanjang tahun 2012 hingga akhir 2019 patuh terhadap pajak air tanah. Sistem pembayaran dilakukan berdasarkan jumlah pemakaian air tanah yang dilaporkan kepada BPPRD Lampung Tengah setelah dilakukan verifikasi dan pengawasan langsung di lapangan.
“Dengan dasar verifikasi itulah kami bayar. Kalau besaran tarifnyakan sudah ada aturannya. Rata-rata (GGP bayar pajak air tanah) sekitar Rp1 sampai Rp2 miliar pertahun,” katanya.
Pihaknya juga mempertanyakan, besaran biaya pajak air tanah yang ditentukan pemerintah Lampung Tengah ke PT GGP hampir sebesar Rp5,5 miliar pertahun. Sementara air tanah yang ada hanya digunakan pada situasi dan di wilayah tertentu saja.
“Air tanah itukan nggak selalu kita pakai. Tapi kenapa jumlahnya sama dari tahun 2012 sampai 2019. Hampir Rp5,5 miliar. Seperti misal kita bayar listrik rumah, apa iya biaya bulan ini sama dengan bulan lalu. Kan tergantung dengan pemakaian,” tanya Hendri.
Terkait dengan SP 3 yang diterima PT GGP, pihak perusahaan menyatakan akan melayangkan surat balasan kepada Pemerintah Daerah Lampung Tengah.
“Kami tetap akan membuat surat keberatan. Kita akan lebih condong menanyakan dasar penghitungan dari Pemerintah Lampung Tengah. Serba sulit ya, sejauh ini kita hanya dilihatkan jumlah SIPAnya (Surat Izin Pengusahaan Air), surat izinnya, di dalam surat izin ada pemakainnya, kapasitas pemakaian maksimal berapa jam perhari, diameter sumur, kapasitas pompa, ya cuma itu aja,” imbuhnya.
Meskipun terancam sanksi penutupan air tanah dari pemerintah daerah, PT GGP masih enggan menyikapi lebih dalam. “Saya belum berpikir untuk melakukan perlawanan kepada pemerintah daerah. Saya masih menunggu, ya kita lihat saja. Kami hanya ingin jelas saja, dasar penghitungan pemda,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah menyatakan PT GGP memiliki tunggakan kekurangan pembayaran pajak air bawah tanah sebesar Rp32.105.207.918. Jumlah tersebut terhitung selama 7 tahun sejak 2012 sampai triwulan ke II tahun 2019.
Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kabupaten Lampung Tengah, Madani mengaku kesulitan melakukan pengawasan dilahan sejumlah perusahaan di Lampung Tengah.
”Lahan di perusahaan itu kan besar. Kalau kita cek satu per satu juga sulit. Artinya perlu kesadaran dan kejujuran dari wajib pajak itu sendiri.
Namun kita sudah berikan surat pernyataan, apabila dikemudian hari terdapat sumur air tanah yang belum dibayarkan, perusahaan wajib untuk melunasi kekurangannya,” kata Madani, baru-baru ini.
(zul)