Pengamat nilai debat pertama capres membosankan

Pengamat nilai debat pertama capres membosankanPasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (ketiga kiri) dan Ma’ruf Amin (kiri) bersalaman dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Uno (kanan) usai Debat Pertama Capres & Cawapres 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1/2019). Debat tersebut mengangkat tema Hukum, HAM, Korupsi, dan Terorisme. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.


RAKYATNEWS.CO.ID – Pengamat politik dari UIN Jakarta, Adi Prayitno, menilai secara umum debat pertama capres-cawapres membosankan karena kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden, baik Joko Widodo-Ma’ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak bisa mengelaborasi proposal kebijakan yang akan mereka lakukan lima tahun ke depan jika mereka terpilih.

"Kedua Paslon di babak awal terlihat kaku dan jaim. Ini sangat terkait peraturan KPU yang rigit hingga mempersempit ruang manuver paslon," kata Adi menanggapi debat capres di Jakarta, Kamis malam.

Dilihat dari gaya debat, lanjut dia, Jokowi relatif banyak menyerang dengan intonasi dan mimik yang tak biasanya. Sementara Prabowo relatif kalem dan bisa menahan diri.

"Efek kehati-hatian itu membuat pernyataan Prabowo kurang nendang. Malah Jokowi yang banyak nyerang balik," ujarnya.

Ia mengatakan secara substansi ada tiga isu yang berbeda cara menyikapinya yang kurang diekspolitasi, yakni isu deradikalisasi, tumpang tindih aturan, dan reformasi birokrasi.

"Jokowi-Ma’ruf menyikapi deradikalisasi dengan pendekatan holistik seperti agama, sosial, dan ekonomi. Sementara Prabowo perspektifnya lebih pada fokus keamanan," ujar Analis Politik Parameter Politik Indonesia ini.

Menyikapi tumpang tindih aturan Jokowi-Ma’ruf selain revisi dan evaluasi, paslon 01 itu akan membentuk Badan Pusat Legislasi Nasional yang terintegrasi satu pintu di bawah pengawasan presiden. Sementara Prabowo Sandi lebih fokus sinkronisasi dan tak tebang pilih.

Baca Juga :  Prajurit TNI bangun hunian sementara korban tsunami

Sementara reformasi birokrasi Jokowi-Ma’ruf lebih mengedepankan transparansi, submit online, rekrutmen berbasis miritokrasi dan profesionalisme. Sedangkan Prabowo-Sandi lebih pada peningkatan kesejahteraan aparatus negara yang dianggap kurang layak.

Keempat, di level cawapres Sandi tampil memukau yang bisa berbagi peran dengan Prabowo. Bahkan dalam banyak sesi, justru pernyataan Sandi lebih fokus dan terukur.

"Sementara Ma’ruf Amin lebih banyak diam dan hanya mengamini Jokowi. Hanya sekali saja statemennya menukik tajam soal solusi deradikalisasi. Debat selanjutnya porsi Ma’ruf mesti lebih banyak karena secara substansi menguasai," katanya.

Adi menambahkan, Prabowo blunder bikin "gol bunuh diri" dengan bilang Jateng lebih luas ketimbang Malaysia. Ini debat mesti hati-hati soal data, tuturnya.

Sumber: Kantor Berita Antara

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *